Tangerang – Halo Sobat Nextgener’s! Beberapa waktu belakangan ini, Indonesia dihebohkan dengan kasus kematian yang janggal dari salah seorang anggota kepolisian. Sedikit demi sedikit fakta kasus tersebut mulai terungkap. Penasaran gak sih, bagaimana seorang penyidik dapat mengungkap fakta dari kasus yang sebelumnya ditutup-tutupi? Ternyata ada beberapa teknologi yang sangat berguna dalam membantu penyidik, di antaranya adalah lie detector dan shadow identification.
Lie Detector
Sumber: https://www.istockphoto.com/
Teknologi ini mendeteksi kebohongan melalui organ tubuh vital dan sensoris, seperti detak jantung, pernapasan, dan kulit. Lie detector atau teknologi pendeteksi kebohongan merupakan sebuah alat yang menggunakan mesin poligraf, mesin yang mengumpulkan respons kemudian memungkinkan analisis terhadap fisiologis melalui sensor yang secara fisik terhubung ke manusia yang diperiksa. Melalui sensor-sensor yang menempel di tubuh, penyelidik akan dapat mengidentifikasi perubahan abnormal pada ketiga fungsi tubuh di atas. Hasil deteksi ini langsung tertera pada sebuah kertas grafis, dengan durasi pemeriksaan umumnya berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam.
Cara Kerja Lie Detector
Dalam penggunaannya, manusia yang akan diberikan pertanyaan (informan) diharuskan duduk di bangku dalam ruangan khusus. Lalu, sensor mesin poligraf ditempelkan ke tubuh informan. Terdapat 3 sensor kabel yang biasa dipakai dalam mendeteksi kebohongan, sebagai berikut:
- Sensor pneumograph, gunanya untuk mendeteksi respon tubuh ketika bernafas, sehingga sensor ini ditempel di dada dan perut. Alat ini bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara di dalam tubuh.
- Sensor blood pressure cuff, fungsinya untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor ini ditempelkan pada bagian lengan. Cara kerja deteksi melalui suara denyut jantung atau aliran darah.
- Sensor skin resistance, sensor ini bertujuan untuk melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan. Umumnya sensor ini ditempelkan pada jari-jari tangan, sehingga dapat diketahui banyaknya keringat yang keluar ketika keadaan terpojok dan berbohong.
Merujuk pada jurnal “Akurasi Penggunaan Poligraf sebagai Alat Bantu Pembuktian Menurut Hukum Acara Peradilan Agama”, yang mengungkapkan bahwa keakurasian hasil lie detector akurat hingga 90 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa lie detector ini sangat efektif digunakan dalam upaya pembuktian dan penyelesaian perkara. Akan tetapi, tingkat akurasi tersebut tidak bergantung pada alat dan belum tentu efektif untuk semua kasus, karena alat ini hanya memonitor penunjuk reaksi perubahan psikologis. Mendeteksi kebohongan tidak bisa dilakukan dengan mata telanjang, sebab tidak ada standar kebohongan yang bisa diukur melalui alat fisik maupun nonfisik.
Shadow Detection
Sumber: http://www.iri.upc.edu/files/scidoc/
Merujuk pada jurnal yang berjudul “Chromatic Shadows Detection and Tracking for Moving Foreground Segmentation”, mengatakan bahwa shadow detection digunakan dalam berbagai aplikasi pemrosesan gambar seperti pengawasan video, interpretasi adegan, dan pengenalan objek. Mengabaikan keberadaan bayangan dalam gambar dapat menyebabkan masalah serius seperti penggabungan objek, kehilangan objek, salah tafsir, dan pergantian bentuk objek dalam berbagai aplikasi pemrosesan visual seperti segmentasi, analisis adegan, dan pelacakan. Banyak faktor yang menyebabkan pendeteksian bayangan ini, salah satu faktor terpenting adalah cahaya.
Dalam penyidikan kasus anggota kepolisian yang sedang heboh belakangan ini, teknologi ini berhasil mengungkap fakta bahwa video yang digunakan sebagai barang bukti telah dimanipulasi. Keterangan tanggal dan waktu yang menunjukan urutan kejadian terbukti tidak sesuai dengan hasil analisis shadow detection. Fakta ini akhirnya dapat membuka sedikit demi sedikit fakta yang sebelumnya ditutup-tutupi. Semoga kasus ini dapat ditemukan titik terang dan keadilan semakin dijunjung pada negeri ini. Sebagai generasi penerus, mari jadikan setiap momen untuk belajar dan memuaskan rasa ingin tahu kita.