Tangerang, Nextgen — Halo Nextgeners, kamu pernah gak sih berpikir bagaimana listrik bisa sampai ke pabrik, gedung-gedung bertingkat, atau bahkan ke rumah kamu sendiri? Yap, listrik yang digunakan oleh gedung, pabrik dan rumah kamu disalurkan melalui perantara yang disebut dengan jalur transmisi.
Jalur transmisi merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk menghantarkan listrik kepada pengguna. Komponen-komponen yang termasuk dalam jalur transmisi yaitu tiang atau tower listrik, kabel, insulator dan perangkat elektronik lain yang mendukung proses penghantaran listrik.
Proses penghantaran listrik kepada pengguna tentunya tidak cukup jika hanya ada satu jalur transmisi. Karenanya dibutuhkan sekumpulan jalur transmisi yang terhubung secara seri maupun paralel untuk menghubungkan beberapa sumber pembangkit listrik kepada pengguna. Nah, sekumpulan jalur transmisi ini disebut grid.
Jadi, grid adalah kunci dari sampainya listrik kepada para pengguna. Pasti kamu penasaran kan dari mana grid berawal dan dimana grid berakhir. Yuk simak lebih lanjut!
Grid, jika dilihat hulunya, berawal dari pembangkit listrik. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit akan disalurkan melalui grid yang telah terhubung satu sama lain. Lalu listrik tersebut menempuh perjalanan melalui kabel hingga akhirnya sampai ke pabrik, gedung dan rumah masyarakat.
Berbicara tentang grid, kamu ingat gak sih peristiwa padamnya listrik di seluruh wilayah Jabodetabek yang juga dialami Jawa Barat dan Jawa Tengah? Kira-kira, penyebabnya apa ya?
Sistem Grid Konvensional
Sistem grid konvensional merupakan penyediaan jaringan listrik yang digunakan saat ini dengan hanya menerima supply energy listrik dari PLN sebagai produsen listrik, kemudian dialirkan menuju konsumen yakni masyarakat tanpa adanya komunikasi balik dari masyarakat Dalam hal ini masyarakat hanya memiliki peran yang pasif terhadap jaringan listrik yang telah digunakan.
Selain tidak mampu memfasilitasi pengguna untuk melihat penggunaan listriknya, sistem konvensional juga punya kekurangan yang lain loh? Kira-kira apa ya? Nah, kejadian padamnya listrik di seluruh wilayah Jabodetabek merupakan akibat dari sistem terpusat yang diterapkan pada grid konvensional.
Sistem grid konvensional terhubung dengan pembangkit yang sifatnya terpusat (suatu pembangkit di tempat tertentu). Nah, ketika salah satu bagian jalur transmisi mengalami gangguan maka seluruh pengguna akan terkena imbasnya. Hal ini lah yang terjadi pada jalur transmisi wilayah Jabodetabek tempo lalu.
Lalu bagaimana agar kejadian ini tidak terulang kembali? Solusinya adalah penerapan smart grid dan desentralisasi pembangkit listrik. Begini caranya!
Sistem Smart Grid
Smart Grid merupakan teknologi baru yang mengatur tentang distribusi jaringan listrik danpengelolaan pembangkitan sumber daya listrik yang dapat dijalankan dengan komunikasi dua arah antara konsumen dengan PLN sebagai produsen listrik. Pada intinya smart grid lebih efisien dan juga lebih ramah lingkungan untuk menuju go-green.
Selain itu, penerapan smart grid tentu juga akan menguntungkan dua pihak, konsumen listrik dan juga PLN sebagai penyedia layanan listrik. Hal ini dapat dilihat bahwa dengan menggunakan smart grid, komunikasi antara konsumen dan PLN akan lebih mudah, PLN juga dapat melakukan penyetelan dengan cepat dalam proses operasi sistem kelistrikan ketika mengalami gangguan.
Dalam penggunaan smart grid ketika beberapa jaringan di suatu daerah mengalami gangguan tidak akan berdampak buruk dan mempengaruhi jaringan listrik di daerah yang lain meskipun masih dalam satu saluran listrik
Dampak positif yang dapat dilihat ketika masyarakat menggunakan smart grid tentunya masyarakat akan terdorong untuk menggunakan dan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Loh apa hubungannya dengan EBT? EBT adalah sumber listrik yang cukup fleksibel. Jenis pembangkit ini dapat dipasang pada daerah-daerah tertentu secara desentral.
Baca juga : Ini Alasan Mengapa Harus Beralih ke Energi Terbarukan
Desentralisasi pembangkit listrik akan mengurangi resiko “rusak satu, rusak semua”. Hal ini disebabkan listrik yang digunakan oleh masyarakat berasal dari pembangkit yang ‘tidak terhubung satu sama lain. Analoginya, kalau hanya ada satu produsen kue di kotamu, ketika produsen itu bermasalah maka seluruh kota akan krisis kue. Berbeda halnya jika ada banyak produsen kue, jika satu produsen bermasalah masih ada produsen lain yang bisa menyuplai kue.
Last but not least, masyarakat pelanggan listrik smart grid dapat melakukan pemantauan secara teratur terhadap penggunaan energi listrik yang telah mereka gunakan melalui smart meter. Fitur ini juga menyediakan informasi harga penggunaan listrik sepanjang hari. Dengan begitu pelanggan dapat memperhitungkan pada jam berapa seharusnya menggunakan banyak listrik agar tagihan tidak membengkak.
Wah menarik banget kan? Kamu bisa bayangkan betapa kerennya kalau kamu bisa melihat angka penggunaan listrik dirumah kamu secara real time setiap hari, pasti sangat menakjubkan. Kalau kamu tertarik belajar banyak hal terkait EBT dan smart grid kamu bisa kepoin jurusan Renewable Energy Engineering STEM Prasmul ya.
Jangan lupa bagikan konten ini ke orang-orang terdekatmu supaya mereka gak ketinggalan informasi menarik ini. See ya!