Image source: http://cnn.com
Hallo Everyone, as I was kind of busy to write an article, so I decided to post one of my essay about Indonesian potential Food. Tho, I do have to apologize that the title written above is not suitable with my essay. I hope all of you can enjoy it. Be productive!
Orbitkan SUWJUW (Pizza Suweg (Amorphophallus variabilis) dan Wine Juwet (Syzygium cumini)) Menuju Indonesia Mandiri Pangan
(Oleh: Ni Nengah Ari Widiastuti, 2016)
Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi suatu bangsa. Banyak bangsa besar dengan sumber ekonomi cukup memadai tapi mengalami kemunduran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya.[1] Setelah 71 tahun merdeka, kini Indonesia telah menjadi negara yang berdulat secara konstitusional, namun negara ini masih belum berdaulat dalam bidang pangan. Indonesia dianggap sebagai negara agraris yang tidak berdaya karena hingga saat ini Indonesia masih mengimpor 28 bahan pokok dari negara lain. Beberapa bahan pokok diantaranya adalah beras, jagung, daging sapi dan bahkan kopi. Mirisnya Indonesia masih mengimpor kedelai dari Amerika Serikat sebagai bahan baku pembuatan tempe, padahal tempe sendiri adalah makanan asli Indonesia. Kedelai Amerika dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai Indonesia, ukuran lebih besar dan produksi yang lebih cepat.[2] Dari segi kesehatan kedelai Indonesia, yang dipanen langsung di Indonesia tentu memiliki kandungan gizi yang utuh dibandingkan kedelai impor yang telah diawetkan dan mengalami berbagai proses yang melibatkan bahan kimia di dalamnya.
Kualitas dan masa produksi memang kerap kali menjadi alasan bagi Indonesia, padahal banyak negara yang saat ini yang mengembangkan GMO (Genetically Modified Organism). GMO sendiri merupakan produk rekayasa genetika yang diciptakan sebagai antisipasi dalam menghadapi krisis pangan dunia yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2050 mendatang.[3] Produk rekayasa genetika ini adalah produk yang gennya mengalami rekayasa, dimana produsen berusaha menciptakan produk dengan sifat unggulan melalui proses kimiawi. Selain kedelai yang dipercepat siklus hidupnya, padi juga merupakan salah satu produk rekayasa genetika yang banyak dikembangkan di negara yang secara alamiah tidak mungkin menanam padi. Di Indonesia sendiri ada delapan produk transgenik yang dinyatakan aman namun belum diizinkan untuk beredar di masyarakat. Semua produk tersebut merupakan hasil produksi perusahaan asing yaitu, Monsanto, Sygenta dan Depont-Pioneer.[4]
Selain impor 28 pangan pokok dan mulai masuknya produk transgenik, Indonesia juga dijajah dengan berbagai produk asing seperti makanan cepat saji. Masuknya produk makanan cepat saji di Indonesia pada akhirnya akan menggeser eksistensi produk-produk lokal yang diproduksi secara mandiri oleh masyarakat. Kini mencari produk asing seperti pizza, hamburger dan wine bukanlah merupakan hal yang sulit, bahkan masyarakat rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan produk-produk tersebut. Realita ini mengancam kebertahanan pangan fungsional di Indonesia seperti suweg (Amorphophallus variabilis) dan juwet (Syzygium cumini),[5] bahkan banyak generasi muda yang tidak pernah melihat langsung kedua tanaman yang tergolong langka teresbut. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menciptakan inovasi produk atau makanan dengan style asing yang populer di masyarakat namun menggunakan pangan lokal sebagai bahan bakunya, seperti kombinasi pizza suweg dan wine juwet sebagai menu andalan rumah makan lokal atau dapat dikomersialkan secara luas sebagai langkah awal menuju Indonesia mandiri pangan.
SUWJUW, Duo Tegalan yang Go Internasional
Kekayaan alam di Indonesia menjadi modal utama bagi Indonesia untuk dapat berkontribusi besar di dalam perekonomian dunia. Usaha Indonesia untuk menunjukan peran sertanya di dunia perekonomian internasional memang tidak sia-sia, Indonesia mampu menjadi poros maritim dunia hingga saat ini.[6] Hal ini menjadi ironi bagi bangsa Indonesia sendiri, secara tidak langsung peran penting Indonesia di kancah Internasional menjadi wajah degradasi budaya dan nasionalisme bangsa. Bangsa Indonesia tidak lagi menjadi pencinta produk lokal namun pemburu produk asing yang terjangkau.[7]
Secara khusus di bidang pangan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman kuliner, namun monopoli perekonomian dunia menyebabkan masyarakat Indonesia lebih mudah menemukan kuliner luar negeri dibandingkan dengan kuliner dalam negeri. Usaha kuliner di nusantara memang cenderung masih sangat individual atau masih menggunakan nama tersendiri sesuai dengan daerah asal, berbeda dengan usaha kuliner luar negeri yang sebenanya menjual brand yang mudah dikenal oleh masyarakat. Di Indonesia, merek internasional mendominasi pasar makanan cepat saji, hal ini dikarenakan oleh anggaran promosi yang lebih besar dan jumlah yang lebih tinggi dari outlet. McDonald, Dunkin Doughnut, KFC, Starbucks dan Buskin-Robbins merupakan beberapa merek makanan cepat saji yang populer di Indonesia. Industri di subsektor ini berkembang pesat dan mencapai angka 75% pada penjualan tahun 2012.[8]
Pelayanan merupakan salah satu hal yang diutamakan usaha waralaba asing di Indonesia. Demi menarik minat pengunjung brand asing mampu berlomba untuk menciptakan suasana nyaman, bersih dan menarik di setiap outlet. Selain outlet yang menarik brand ini, juga tidak tanggung-tanggung menyediakan jasa delivery bagi pelanggannya sehingga pilihan masyarakat jatuh pada restoran asing. Kualitas pelayanan tidak menjamin kesehatan khususnya nilai gizi yang terkandung dalam makanan cepat saji. Masyarakat justru mengutamakan efisiensi dibandingkan dengan kesehatan. Hal ini sangat berbeda dengan penyebaran makanan lokal yang dibuat dari pangan asli Indonesia. Makanan Indonesia memang sangat beragam, namun masyarakat kurang mengenal berbagai jenis makanan yang kaya akan gizi ini sehingga distribusinya terkesan jalan di tempat. Rasa bangga bangsa Indonesia seakan kian mengikis, dengan kenyataan bahwa promosi besar-besaran brand luar negeri yang menenggelamkan kearifan lokal dan keberagaman kuliner yang bangsa ini miliki. Flora yang berpotensi menjadi pangan fungsional pun terancam punah.
Sebagian besar tumbuhan yang hidup dan berkembang di Indonesia merupaka tumbuhan yang berpotensi menjadi sumber pangan, namun kurangnya wawasan masyarakat mengakibatkan banyak tumbuhan malah dianggap tidak berguna. Suweg atau dalam bahasa ilmiah disebut Amorphophallus variabilis merupakan salah satu tumbuhan yang berpotensi menjadi bahan makanan pokok, namun karena hanya dapat ditemukan di desa-desa suweg menjadi tidak begitu terkenal. Suweg mengandung energi sebesar 69 kilokalori, protein 1 gram, karbohidrat 15,7 gram, lemak 0,1 gram, kalsium 62 miligram, fosfor 41 miligram, dan zat besi 4 miligram. Selain itu di dalam Suweg juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,07 miligram dan vitamin C 5 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Suweg, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 86 %.[9]
Suweg merupakan salah satu umbi-umbian yang melindungi diri dengan menggunakan cairan getah, dimana getah ini dapat membuat kulit terasa gatal karena basa pada getah suweg dapat bereaksi dengan kulit kita yang bersifat asam. Getah pada suweg dapat dihilangkan dengan cara merendam suweg yang telah dipotong dalam larutan garam dengan konsentrasi 10%, garam akan menetralisasi basa yang ada dalam getah. Selain getah yang dapat membuat kulit terasa gatal, penampilan suweg yang tidak begitu menarik juga merupakan salah satu faktor mengapa suweg kurang diminati di mayarakat.
Suweg yang secara genetik merupakan kerabat dari bunga bangkai ini, biasanya sering diolah dengan cara direbus dan diberikan tambahan kelapa parut. Suweg yang telah direbus biasanya memiliki warna yang agak kusam sehinnga kurang menarik selera, baru-baru ini beberapa kelompok usaha mulai mengembangkan olahan makanan dari tepung suweg. Suweg yang dikeringkan dan digiling akan menjadi tepung suweg yang bisa diolah menjadi beberapa jajanan khas, seperti roti suweg, puding dari suweg dan bahkan mie yang terbuat dari tepung suweg. Olahan dari suweg memang lebih sehat karena suweg mengandung gula dengan indeks glikemik[10] yang rendah sehingga kadar gula dalam darah akan tetap stabil, namun olahan-olahan tersebut telah tergeser eksistensinya oleh makanan cepat saji dengan brand terkenal seperti Pizza Hut, McDonald and KFC sehingga diperlukan ide yang inovatif untuk dapat mensejajarkan olahan dari suweg dengan brand di atas.
Suweg yang telah diolah menjadi tepung sebenarnya dapat diolah menjadi olahan makanan yang biasanya berbahan dasar beras, suweg juga memiliki prospek yang baik jika diolah menjadi makanan asing seperti pizza. Tepung terigu dapat digantikan dengan tapung suweg sebagai bahan baku pembuatan pizza. Adapun cara pembuatan pizza dari suweg adalah sebagai berikut
Proses Pembuatan Tepung Suweg
Suweg harus diolah menjadi tepung terlebih dahulu sebelum digunakan menjadi bahan baku pembuatan pizza. Adapun cara pembuatan tepung suweg dimulai dari memotong menjadi empat sampat enam bagian, kemudian rendam dalam larutan garam 10%–untuk menghilangkan getah—Setelah 30 menit, kupas kulit suweg dan cuci dengan bersih. Suweg yang telah bersih kemudian dipotong-potong menjadi bagian-bagia yang lebar dan tipis untuk memudahkan proses pengeringan. Potongan-potongan tipis tersebut kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga benar-enar kering dan siap digiling sehingga berbentuk serbuk halus. Tepung suweg dapat bertahan hingga tiga bulan jika disimpan di tempat kering.[11]
Proses Pembuatan Pizza Suweg
Pizza suweg dibuat menggunakan bahan-bahan tradisional sebagai topping seperti abon, rendang, tempe (yang dipotong seperti bacon[12]) sehingga bisa memanfaatkan bahan-bahan atau pangan lokal Indonesia serta mempertahankan kearifan lokal di bidang kuliner. Dalam pembuatan pizza suweg ada beberapa bahan yang diperlukan diantaranya adalah 250 gram tepung suweg, 10 gram ragi instan, gula pasir sebanyak ½ sendok makan, ½ sendok teh garam, susu, telur, dua sendok makan minyak tepung, mentega, tiga siung bawang putih, bawang bombai, paprika, saus tomat, dan air. Saus tomat juga dapat diganti dengan sambal terasi atau saus khas Indonesia lainnya.
Pembuatan pizza dari suweg pada umumnya sama dengan pizza yang terbuat dari tepung terigu, dimulai dari dengan mencampur tepung suweg dengan fermipan dan tambahkan minyak dan mentega kemudian aduk hingga rata. Masukkan telur dan susu ke dalam campuran bahan kering yang telah diaduk rata, kemudian adonan diaduk sampai terasa lebut. Diamkan adonan selama 15 menit dan tutup dengan kain serbet. Sembari menunggu adonan, tumis bawang putih, bawang bombai dan paprika hingga berwarna kecoklatan, masukan jamur dan lumuri dengan saus tomat, aduk dan diamkan hingga mengeluarkan aroma yang khas. Setelah 15 menit, ambil adonan roti dan ratakan di atas teflon, tuangkan toping atau campuran saus tomat yang telah dimasak serta tambahkan parutan keju. Masak pizza di atas teflon dengan api kecil selama 15 menit dan pizza siap di hidangkan.
Pizza suweg mengandung karbohidrat yang lebih kompleks dimana kandungan glokusa pada tepung suweg memiliki indeks glikemik[13] yang jauh lebih rendah dari beras atau bahkan gandum sekali pun. Oleh karena itu pizza ini, juga dapat diolah dengan bahan-bahan rendah kalori sehingga dapat meminimalisasi resiko penyebab diabetes militus. Pizza unik ini jika dikembangkan dengan serius akan dapat menyaingi produk asing sekaligus menjadi langkah awal bagi Indonesia dalam menciptakan kedaulatan pangan. Selain pencinta makanan cepat saji ala barat dengan pangan lokal, masyarakat Indonesia juga gemar mengonsumsi minuman di coffe dengan bran-bran ternama seperti Starbucks. Indonesia juga masih impor biji kopi dari negara-negara terntentu, padahal kopi asal Indonesia sangat terkenal di kalangan masyarakat dunia. Fruit wine adalah salah satu minuman yang digemari masyarakat kalangan atas di Indonesia, minuman yang terbuat dari anggur ini biasanya dijual dengan harga yang mahal.
Secara ilmiah, terdapat beberapa jenis buah yang dapat diolah mejadi fruit wine diantaranya adalah anggur, mangga dan nanas, bahkan juwet (Syzygium cumini) juga dapat diolah menjadi wine. Buah yang masih kerabat dari jambu dan cengkeh ini dapat diolah menjadi wine melalui proses fermentasi sebagai berikut.
Proses Pembuatan Wine Juwet
Dalam membuat wine bahan dan alat-alat harus benar-benar steril sehingga mikroorganisme yang digunakan saat fermentasi dapat mengubah protein menjadi asam laktat. Fermator[14] yang digunakan juga dibuat dengan bahan yang cara khusus sehingga dapat menghasilkan wine yang memiliki kualitas baik serta tahan lama. Bahan yang diperlukan untuk membuat wine sebelum difermentasi adalah 5 kilogram buah juwet, 2 kilogram gula pasir, 20 liter air mineral, 10 gram ragi jenis inokulum yeast (107 cfu/gr), dan air suling.[15]
Proses pembuatan wine juwet dimulai dari menghaluskan juwet dengan blender. Masukkan juwet yang sudah halus ke dalam dandang yang rebus dengan kapasitas 40 liter, kemudian tambahkan gula pasir dan 20 liter air mineral (campuran bahan-bahan tersebut kemudian dinamakan dengan mash). Rebus smash hingga mendidih dan lanjutkan proses ini hingga 15 atau 30 menit setelah mendidih. Rebus mash hingga mendidih, kemudian lanjutkan rebusan hingga 15 menit atau 30 menit setelah mendidih. Tuangkan smash ke dalam fermator yang telah disertai dengan filterer, kemudian tutup galon fermator dan biarkan sampai dingin (suhu di bawah 40C). Masukkan ragi dan goyangan tabung, pastikan jangan sampai ada ragi yang menggumpal. Terakhir tutup tabung dengan tutup yang yang lengkapi dengan jalur
keluar gas CO2.
Kedua produk ini jika dikembangkan dengan baik akan menjadi langkah awal dalam mewujudkan cita-cita untuk menciptakan Indonesia mandiri pangan. Baik pizza suweg dan wine dari juwet masih berupa produk rumahan yang bisa diproduksi secara mandiri. Untuk membuat kedua produk ini, membutuhkan waktu dan juga banyak bahan-bahan tertentu sehingga dapat diperkirakan masyarakat akan cenderung memilih makanan cepat saji yang banyak beredar saat ini. Dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu memfasilitasi kelopompok-kelompok usaha kecil dan menengah agar mampu mengembangkan usaha mereka. Pemerintah juga diharapkan mampu menghimbau, menginformasikan serta memromosikan produk-produk lokal sehingga pangan fungsional di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal dan kedaulatan di bidang pangan dapat terwujud.
To waste, to destroy, our natural resources,
to skin and exhaust the land instead of using it so
as to increase its usefulness, will result in
undermining in the days of our children the very
prosperity which we ought by right to hand
down to them amplified and developed.
Theodore Roosevelt
[1] Anonim 2003. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dalam Kaitannya dengan Sistem Pertanian Organik. Makalah Pengembangan Teknologi Padi di Hotel Kaisar Maret 2003.
[2] Liputan6.2013.Daftar 28 Bahan Pokok yang Masih Diimpor oleh Indonesia. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016.
[3] FAO. 1993. Rice In human Nutrition. Food and Nutrition Series. FAO, Rome.
[4]Kompas.2015.8 Produk Rekayasa Genetika yang Dinyatakan Aman.
[5] Nama ilmiah dari juwet
[6] Tabloiddiplomasi.2012 Peran Indonesia di APEC, diakses pada tanggal 20 Agustus 2012
[7] Ananto Eko. 2002. Pengembangan Pertanian Lahan rawa Pasang Surut Mendukung Peningkatan Produksi Pangan. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
[8] Gurdev S. khush. 2002. Food Security By Design: Improving The Rice Plant in Partnership With NARS. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
[9] Sutomo, B. 2008. Umbi Suweg – Potensial sebagai Pengganti Tepung Terigu. LIPI Jakarta
[10] Indeks yang menunjukan tingkat penyerapan kadar gula pada makanan oleh gula darah
[11] Farida.Didah. 2011. Temukan Tepung Suweg Sebagai Pengganti Outmeal Penderita Kolesterol Tinggi. Indonesiaroud.wordpress.com.
[12] Daging pipih yang biasa digunakan sebagai topping pizza
[13] Ukuran kecepatan makanan diserap omenjadi gula darah
[14] Rangkaian alat yang digunakan dalam fermentasi dan pembuatan wine, terbuat dari galondan selang yang dirangkai.
[15] Frazier, W.C, Westhoff, D.C. 1979. “Food Microbiology” ed.3, McGraw Hill Publishing Co.Ltd., New Delhi.
wahh..