Teknologi self-driving sedang marak dikembangkan saat ini. Beberapa negara seperti Jepang, China dan Amerika Serikat bahkan sudah mengizinkan mobil dengan teknologi ini melintas di jalan raya. Meski begitu, teknologi ini belum seutuhnya ‘barang jadi’, pengoptimalan masih terus dilakukan.
Lalu kenapa sih teknologi self-driving ini dikembangkan?
Kecelakaan lalu lintas (lakalantas) merupakan ‘momok’ dalam berkendara. Badan pusat statistik (BPS) mencatat bahwa di tahun 2018 ada sekitar 109,215 kasus lakalantas yang terjadi di indonesia. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya lakalantas. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), 94 persen lakalantas disebabkan oleh human error. Ya, kelalaian pengemudi memegang persentase terbesar penyebab lakalantas.
Teknologi self-driving diciptakan untuk mengurangi isu human error dalam berkendara. Dengan begitu teknologi ini mampu meningkatkan safety. Pasti kamu penasaran kan bagaimana cara kerja teknologi super canggih satu ini. Yuk simak terus sampai habis!
Serba-serbi teknologi self-driving, fitur hingga fungsinya
Kamu pasti bingung apa beda nya self-driving dan autonomous. Dua istilah ini sering tertukar penggunaannya. Serupa tapi tak sama. Ya, begitulah istilah yang tepat mendeskripsikan dua hal tersebut. Berdasarkan penjelasan Society of Automotive Engineers (SAE), self-driving masih membutuhkan penumpang untuk mengendalikan sistem otomasinya sedangkan autonomous tidak.
Kendaraan dengan tekologi self-driving terdiri dari sensor, aktuator, algoritma kompleks, machine learning system dan processor. Masing-masing komponen tersebut berfungsi untuk mengambil alih keterlibatan manusia saat berkendara.
Sensor pada kendaraan self-driving sangat bervariasi dan tersebar pada badan kendaraan. Kamera berfungsi untuk mendeteksi lampu lalu lintas, rambu-rambu, kendaraan lain dan pejalan kaki. Sensor Lidar (light detection and ranging) berfungsi untuk memantulkan cahaya dari sekeliling mobil untuk mengukur jarak, mendeteksi tepi jalan, dan mengidentifikasi marka jalur. Sensor ultrasonik di roda mendeteksi trotoar dan kendaraan lain saat parkir.
Sensor merupakan hal yang sangat krusial pada kendaraan self-driving. Komponen ini harus mampu menggantikan sistem indra yang digunakan manusia sangat berkendara.
Pada kendaraan self-driving sensor berperan dalam mengumpulkan informasi di sekeliling kendaraan untuk diteruskan ke machine learning system (MLS). MLS akan ‘mempelajari’ informasi tersebut lalu mengirim tindakan yang harus dilakukan kepada processor. Kemudian processor akan menggerakkan aktuator sesuai dengan saran yang diberikan MLS. Dengan begitu mobil dapat melakukan aktivitas seperti mengerem, maju, mundur, belok dan parkir.
Baca juga : Mobil Listrik Ramah Lingkungan ini dibuat dari Plastik Daur Ulang
Keuntungan menggunakan teknologi self-driving
Kamu pasti pernah melihat pengendara yang ‘ugal-ugalan’ di jalan raya. Ya, itu salah satu penyebab utama lakalantas. Lakalantas menyebabkan banyak kerugian. Mulai dari kerugian infrastruktur, kendaraan bahkan nyawa. Dengan teknologi self-driving aktivitas ‘ugal-ugalan’ di jalan raya dapat diminimalisir sehingga lalu lintas tertib.
Kerusakan infrastruktur seperti jalan, trotoar dan pembatas jalan tentunya membutuhkan biaya perbaikan. Penurunan angka lakalantas tentunya dapat menekan biaya perbaikan tersebut.
Nah, kamu tertarik gak nih buat jadi orang yang ikut mengembangkan teknologi self-driving? Di STEM Prasmul ada jurusan Computer System Engineering Loh. Di jurusan ini kamu bisa belajar seputar sensor, machine learning dan artificial intelligence. Yuk kepoin!
[…] Baca juga : Marak Dikembangkan, Begini Cara Kerja Teknologi Self-Driving […]