Image source: http://cdn1.collective-evolution.com/
Video source: https://www.youtube.com/watch?v=Ku1-_MOzkTE
Energi terbarukan tidak hanya terbatas pada solar pv, biomassa, hidro, angin maupun panas bumi. Tanaman juga dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan dan menghasilkan listrik yaitu dengan memanfaatkan proses fotosintesis tanaman.
Bagaimana tanaman yang hidup dapat menghasilkan listrik ?
Hal ini cukuplap sederhana, pada saat tumbuhan melakukan fotosintesis yaitu dengan mengubah air dan unsur hara tanah serta CO2 dari udara menggunakan cahaya matahari menjadi glukosa (C6H12O6) dan oksigen. Setelah glukosa tersebut dimanfaatkan oleh tumbuhan sehingga menghasilkan zat organik sisa yang akan dibuang ke tanah melalui akar. Zat buangan ini akan diurai oleh bakteri dan menghasilkan CO2, proton maupun elektron. Elektron inilah yang selanjutnya dikumpulkan dengan elektroda dan dihubungkan dengan fuel cell untuk menghasilkan listrik, tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman.
Gambar 1. Pemanfaatan fotosintesis tumbuhan untuk menghasilkan listrik
Meskipun prinsip tersebut terkesan sederhana, namun yang menjadi tantangan adalah bagaimana menghasilkan energi listrik dengan biaya yang efektif.
Teknologi apa yang dapat digunakan ?
Mekanisme menghasilkan listrik dengan memanfatakan bakteri dalam proses fotosintesis ini sebenarnya telah dikembangkan di Universitas Wageningen dan telah dipatenkan pada tahun 2007. Namun kini hak paten telah dipegang oleh Plant-e dan mengembangkan tiga jenis produk yang berbasis fuel cell. Produk tersebut adalah DIY-Box, DIY at Home, dan Plant-e Green Electricity Modules. DIY-Box dan DIY at Home merupakan perangkat peralatan pembangkitan listrik dari tanaman yang digunakan sebagai bahan eksperimen di sekolah maupun di rumah. Adapun sistem Plant-e Modular berupa modul seluas 100 meter persegi, dimana dalam satu unitnya terdiri atas 400 modul dan dilengkapi dengan tanamannya. Sejak november 2015, sistem Modular ini telah diaplikasikan di Belanda untuk penerangan jalan. Disamping itu, sistem Modular ini dapat digunakan sebagai sumber listrik untuk WiFi maupun isi ulang daya baterai ponsel seluler. Namun seiring perkembangannya, sistem modular ini hanya dapat menghasilkan listrik dalam skala yang kecil sehingga mulailah dikembangkan sistem tubular.
Sistem tubular dapat diaplikasikan pada area basah seperti lahan gambut, hutan bakau, dan sawah sehingga diharapkan mampu menghasilkan listrik dalam skala yang lebih besar dari sistem Modular. Namun, teknologi ini masih terus berkembang dimana sistem tubular hanya diaplikasikan pada lahan basah sehingga perlu penelitian lebih lanjut jika sistem tubular diaplikasikan pada lahan kering yang tentunya memiliki tingkat oksigen yang berbeda dengan lahan yang basah. Tingkatan oksigen menjadi salah satu parameter penting dalam aplikasi sistem Modular karena alat tubular ini akan dipasang pada terowongan dengan kedalaman yang optimum, dan seperti yang kita ketahui tingkat oksigen akan berubah terhadap kedalaman dan tentunya hal ini akan mempengaruhi sistem kerja dari alat tubular tersebut.
Teknologi dibidang ini masih terus dikembangkan terkait efisiensi dalam hal biaya, keandalan maupun efektivitas teknologi. Tentunya hal ini memberikan peluang besar bagi banyak orang yang ingin berkontribusi dalam pengembangan teknologi ini. Terlebih lagi, teknologi ini berasosiasi dengan lahan hijau dan menjadi salah satu solusi terkait permasalah lahan hijau yang samakin terkikis akibat pesatnya perkembangan industri. Tentunya listrik yang dihasilkan dari bakteri fotosintesis ini menjadi solusi yang menarik untuk memperoleh listrik yang ramah lingkungan dan sekaligus mendukung keberlangsungan hijaunya planet bumi yang kita cintai ini.
*article from Ms. Asnin, STEM Faculty Member
Reference:
https://www.weforum.org/agenda/2015/08/how-can-you-generate-electricity-from-living-plants/
https://www.kickstarter.com/projects/1412844945/plant-e-green-clean-electricity-from-living-plants
This is one example of collaborative study :D. Good reads……