Buat kamu yang tahu tren anak jaksel, pasti sudah sering dengar yang namanya burnout. Bahkan istilah ini dibahas oleh Kemendikbud, menanggapi situasi yang banyak sedikitnya disebabkan oleh kondisi pandemi.
Isu mengenai kesehatan mental memang merupakan masalah yang tidak boleh dianggap sepele, apalagi diremehkan seperti kata-kata “gitu doang”, “baru gitu aja, gue lebih parah”, dan lain sebagainya. Sebelum sampai burnout atau bahkan depresi, setiap orang merasakan stres bukan? Tapi kali ini, kita bukan bahas mengenai mental health, melainkan membahas physical health yang disebabkan oleh mental health?
Apa Hubungan antara Kesehatan Mental dan Fisik?
Loh? Emang ada hubungan antara kesehatan mental dan kesehatan fisik? Buat kamu yang sampai saat ini memisahkan jauh-jauh urusan mental dan kesehatan sehat, sebaiknya kembali mengingat semboyan “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.”
Berbagai penelitian pun telah membuktikan hubungan saling memengaruhi antara fisik dan mental. Mudahnya seperti sakit kepala saat banyak pikiran atau pengen makan pada saat stres. Jujur, siapa nih yang bawaanya pengen ngemil yang manis-manis saat stres?
Stres sejatinya merupakan suatu hal yang wajar dan pasti dialami oleh semua orang, namun memang secara intensitasnya berbeda-beda. Sehingga, pada dasarnya tidak bisa menghilangkan stres, namun lebih mengarah kepada memanajemen stres yang kita rasakan supaya tidak berujung pada hal yang tidak baik.
Hubungan Stres dan Pola Makan secara Biologis
Mekanisme biologis pada saat kita stres berkaitan dengan berbagai organ terutama saraf dan kinerja hormon. Secara singkat, awalnya stres bisa mematikan nafsu makan, namun bila berlanjut dapat menginduksi rasa lapar, padahal tubuh tidak sedang membutuhkan kalori tambahan.
Pada saat stres, sistem saraf mengirimkan pesan ke kelenjar adrenal di atas ginjal untuk memompa keluar hormon epinefrin (adrenalin). Epinefrin membantu memicu respons fight-or-flight tubuh, keadaan fisiologis ini menciptakan tubuh tidak merasa lapar.
Namun, bila stres berlanjut akan terjadi respon yang sebaliknya. Kelenjar adrenal akan melepaskan hormon lain yang disebut kortisol. Hormon ini bersifat oksidatif, bila hormon ini mencapai pankreas akan menginduksi produksi insulin. Proses ini akan mempercepat penurunan gula darah melalui metabolisme, namun secara bersamaan menciptakan rasa lapar karena gula di dalam darah menurun.
Hal inilah yang menyebabkan biasanya orang yang lagi stres atau badmood menginginkan makanan manis karena mengandung gula sederhana. Pertanyaannya, kemana gula darah yang dimetabolisme oleh insulin? Karena tubuh sedang tidak membutuhkan kalori, khususnya otot. Maka gula darah disimpan dalam bentuk lemak dalam jaringan adiposa.
Bahaya Makan Berlebihan saat Stres
Banyak penelitian yang mengkaji perilaku seseorang saat mengalami stres, pelampiasan stres memang bukan hanya makanan. Beberapa penelitian yang banyak mengambil subjek di benua amerika dan eropa menunjukkan kecenderungan wanita melampiaskan stres pada makanan, sedangkan pada pria lebih cenderung dengan merokok dan meminum alkohol.
Pada saat merasakan lapar atau keinginan untuk ngemil pada saat stres, tubuh sebenarnya sedang memberikan respon. Pelampiasan melalui memenuhi rasa lapar dengan tidak baik dapat merugikan tubuh tanpa menghilangkan faktor stres. Hal ini karena pada saat ngemil kita hanya meredakan respon tubuh, bukan menurunkan stres.
Seperti disebutkan tadi, pada saat ngemil akibat stres kita menumpuk lemak di dalam jaringan adiposa yang berisiko menyebabkan obesitas. Walaupun obesitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kuantitas makanan, karena juga dipengaruhi oleh genetik, jenis makanan, dan berbagai faktor. Namun, asupan gula dan lemak yang berlebihan berisiko besar menginduksi obesitas atau overweight. Obesitas juga dalam memicu penyakit metabolisme lain seperti aterosklerosis, diabetes, bahkan memicu kanker.
Baca juga: Makan Berlebihan Bukan Penyebab Obesitas, Kok Bisa?
Cara Meredakan Stres tanpa Melampiaskan Pada Makanan
Pertama adalah meditasi, sudah banyak studi menunjukkan bahwa meditasi mengurangi stres, meskipun banyak penelitian telah difokuskan pada tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Meditasi juga dapat membantu orang menjadi lebih sadar akan pilihan makanan.
Cara kedua adalah olahraga, kadar kortisol yang memicu rasa lapar dipengaruhi oleh intensitas dan durasi olahraga. Olahraga secara keseluruhan dapat menumpulkan beberapa efek negatif dari stres. Home workout juga dapat menjadi pilihanmu di tengah pandemi, ataupun olahraga-olahraga kecil untuk menyegarkan tubuh. Beberapa kegiatan seperti yoga dan tai chi juga baik dan memiliki unsur olahraga dan meditasi.
Faktor atau cara yang ketiga adalah dukungan sosial, teman, keluarga, dan sumber dukungan sosial lainnya tampaknya memiliki efek penyangga pada stres yang dialami orang. Tidak dapat dipungkiri, manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan dukungan dari teman dan keluarga untuk menjaga stres yang dialami. Melalui interaksi dan dukungan sosial maka kita bisa hidup lebih baik.
Ditulis oleh I Kadek Juni Saputra, Mahasiswa Program Studi Food Business Technology Angkatan 2018.