Brain Food: Kaitan antara Makanan dan Otak Kita

0
1210

*Sumber gambar: https://nikinutrition.ca/2014/05/06/how-to-nourish-your-beautiful-brain-brain-food/

Selama ribuan tahun, makanan bersama dengan berbagai aspek lain kehidupan sehari-hari, seperti olah raga, memiliki peran penting dalam membentuk kemampuan pikir dan evolusi otak. Kemajuan ilmu biologi molekuler telah mengungkapkan kemampuan makanan menghasilkan sinyal untuk mempengaruhi metabolisme energi dan plastisitas otak,  yang dengan demikian memediasi pengaruh makanan pada kemampuan kita untuk berpikir. Kebiasaan makan (life style) melekat pada perkembangan peradaban manusia, bahwa apa yang dimakan manusia dipengaruhi oleh budaya, agama dan masyarakat.

Meskipun pangan selama ini dipahami  sebagai alat untuk memasok energi dan bahan pembangun tubuh, kemampuannya untuk melindungi dan mencegah penyakit mulai diakui. Secara khusus, riset 10 tahun terakhir memberikan bukti bahwa faktor-fator pada makanan berpengaruh pada sistem dan mekanisme molekular spesifik dalam memelihara fungsi mental. Contohnya, makanan yang kaya dengan asam lemak omega-3 sangat mendukung aktifitas pikir manusia beserta gen-gen yang penting untuk memelihara fungsi dan plastisitas otak.

Secara harfiah manusia adalah apa yang ia makan. Komposisi dan proses kimia dari tubuh manusia sangat tergantung pada unsur nutrien apa yang dikonsumsi dari makanan. Diperkirakan bahwa tubuh manusia memerlukan 40 sampai 50 nutrien untuk berfungsi dengan baik. Nutrien tersebut terdiri dari: air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Komponen besar dari makanan disebut sebagai makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan komponen yang lebih kecil disebut sebagai mikronutrien (vitamin dan mineral).

 

  1. Air

Air merupakan 80% dari otak dan adalah unsur esensial untuk menjalankan fungsinya. Hidrasi yang tidak cukup  mempunyai implikasi nyata pada kesehatan jiwa. Efek awal dari  dehidrasi ringan mempengaruhi perasaan nyaman, kinerja dan pembelajaran dan untuk jangka panjang menyebabkan resiko lebih tinggi pada sejumlah masalah kesehatan. Sebagai contoh, gejala awal dehidrasi kurang istirahat dan perilaku pemarah, lemah dan rasa sakit. Gejala yang lebih parah diantaranya:  tekanan darah rendah, pingsan, kontraksi otot di  lengan, kaki, perut dan punggung, kejang dan gagal jantung.

 

  1. Karbohidrat komplek

Otak berjalan dengan bahan bakar glukosa, menggunakan nutrien ini lebih banyak dibanding organ lain manapun dalam tubuh. Glukosa diperoleh dari karbohidrat yang diubah menjadi glukosa di pencernaan dan dikirimkan ke otak dan sel-sel pada bagian lain dari tubuh. Karbohidrat kompleks lebih baik untuk bahan bakar otak dibanding karbohidrat sederhana, karena karbohidrat kompleks melepaskan glukosa lebih lambat sehingga otak  menerima arus bahan bakar yang lebih stabil dan konsisten untuk berfungsi.

 

  1. Protein

Otak dan sistem syaraf dibangun oleh lebih dari 100 milyar sel otak yang disebut neuron. Komunikasi diantara neuron-neuron ini memungkinkan otak bekerja, komunikasi dilakukan dalam bentuk elektrik atau sinyal kimia diantara sel-sel otak, menggunakan suatu proses yang unik dan kompleks untuk memudahkan lalu lintas informasi di sepanjang sistem syaraf. Senyawa kimia yang membawa isyarat disebut neurotransmiter. Ketika suatu neurotransmiter kimia dilepaskan, ia merangsang sel target, yang kemudian melanjutkan proses pensinyalan. Setelah pekerjaan  selesai, neurotransmiter diserap oleh sel lepas atau dihancurkan oleh suatu enzim. Ada lebih dari seratus neurotransmiter kimia pada sistem syaraf, beberapa terdistribusi menyebar dan beberapa terpusat hanya di bagian-bagian sel saraf spesifik. Semua melaksanakan peranan spesifik dalam fungsi  sistem syaraf – termasuk pada suasana hati, tidur, fungsi motor dan meredakan nyeri.

Kebanyakan neurotransmiter dibuat dalam otak, terbuat dari berbagai macam senyawa kimia yang dikenal sebagai prekursor neurotransmiter. Jika prekursor tidak tersedia, otak tidak akan mampu menciptakan neurotransmiter. Prekursor neurotransmiter berasal dari asam amino. Suatu defisiensi pada asam amino tertentu mungkin menyebabkan perasaan seseorang depresi, bersikap apatis, tanpa motivasi dan tidak bisa santai. Ada beberapa jenis asam amino, banyak diantaranya dibuat di dalam tubuh. Tetapi, ada sejumlah asam amino  disebut sebagai “asam amino esensial” yang harus diperoleh dari diet dan tidak bisa dibuat oleh tubuh. Beberapa asam amino esensial adalah: leusina, fenilalanina, lisina dan triptofan. Yang lain, seperti tirosina, dipertimbangkan sebagai conditionally essensial karena, meskipun dapat dibuat di otak, sumber asam amnno tirosina dari makanan masih diperlukan untuk memastikan kecukupan pasokannya.

Beberapa asam amino esensial adalah prekursor neurotransmiter, seperti: serotonin dari triptofan dan katekolamina dari tirosina dan fenilalanina. Ini berarti bahwa jika diet tidak mengandung sejumlah cukup asam amino ini, neurotransmiter mungkin tidak cukup dihasilkan sehingga menyebabkan masalah komunikasi diantara neuron-neuron.

 

  1. Lemak esensial

Lemak merupakan 60% penyusun otak, sebagian besar dalam bentuk asam lemak tidak jenuh ganda yaitu bentuk lemak yang paling flexible. Lebih dari 20 persen berat kering otak, kira-kira sepertiga dari jumlah total lemak terbuat dari asam lemak esensial. Seperti asam amino esensial, asam lemak esensial tidak dapat dibuat oleh tubuh dan harus diperoleh dari pangan yang kita makan.

Semua asam lemak esensial dalam otak dikelompokan menjadi dua, omega-3 dan omega-6. Nama-nama ini mencirikan keluarga dari asam lemak esensial, keduanya asam lemak tidak jenuh. Asam lemak omega-3, contohnya: asam alpha-linolenat; asam lemak omega-6, contohnya:  asam linoleat. Secara umum dipahami bahwa konsumsi seimbang omega-3 dan omega-6 dalam diet adalah penting bagi kesehatan otak. Asam lemak esensial penting karena pada berbagai tahap selama konversinya di tubuh diubah menjadi asam lemak rantai panjang. Masing-masing jenis omega-3 dan omega 6 menjalani urutan konversi yang terpisah, yang pada setiap tahap konversinya menyumbang proses penting pada kesehatan otak.

 

  1. Mikronutrien

Mikronutrien tercatat mempunyai sejarah panjang terkait dengan perilaku dan gangguan jiwa. Memang, jika seseorang mengalami gejala defisiensi mikronutrien, gangguan perilaku atau  psikologis hampir selalu tercatat sebagai gejala.  Seringkali, gejala mental muncul sebelum tanda-tanda fisik defisiensi, sebagai contoh, sariawan dari defisiensi vitamin C seringkali didahului dengan rasa cepat marah dan tidak enak badan secara umum. Telah dicatat bahwa tembaga dan vitamin C dapat berperan dalam penciptaan neurotransmiter. Zinc dan magnesium juga mempunyai peran dalam rangsangan dan kandungan neurotransmiter tertentu. Disamping itu, metabolisme lipid dipengaruhi oleh zinc, magnesium dan calcium.

Beberapa mikronutrien (antioksidan) juga berperanan dalam melindungi jaringan dari oksidasi. Oksidasi terjadi ketika radikal bebas (molekul-molekul oksigen tidak stabil) mengikat dan menghancurkan senyawa-senyawa lain. Vitamin C dan E mampu mengikat radikal bebas, secara efektif menetralisir dampak kerusakan ini.

 

*article from Prof. Dr. Witono Basuki, M.Sc; STEM Faculty Member